Did You Know ? My Feel?
Meski tak harus semuanya kuketahui. Satu yang paling sederhana saja, apakah kamu akan tersenyum pada sapa suaraku untukmu? Dan apakah kau akan tersenyum saat aku hadir didepanmu? Aku rasa tidak!! (bahkan, Itu tampak seperti emulsi tanpa emulgator).
Seperti, kemarau dan hujan yang punya ceritanya masing-masing, musim yang berganti mengajari kita untuk mencintai semua hal pada masanya dengan cara yang berbeda.
Cerita ini ter-inspirasi dari novelnya kak Robin Wijaya yang
judulnya Jika Hujan Pernah bertanya..
Awal aku liat cover sama judul novelnya itu karena HUJAN,
menurut aku segala tentang hujan dan segala keunikan yang ada dalam hujan itu
bener-bener menarik.
Di novel itu ,aku suka banget cerita yang judulnya “manusia
bodoh” ga tau kenapa aku selalu reply terus buat baca di part itu, mungkin
karena ceritanya hampir sama kaya hidup aku... dan aku juga suka sama semua
tulisan yang dibuat sama ka robin wijaya.
cerita ini juga karena temen2 yang ingin ngebuat cerita nya happy ending. mereka ingin liat aku sama orang yang sangat2 aku kagumin dari 3 tahun yang lalu,. aku tau setiap cerita itu ga selalu happy ending..
Untuk ka robin, izin yah buat ceritanya tapi versi hidup aku^^
judulnya Did You Know? My Feel? mungkin aga kacau ceritannya, yaudah langsung
aja J
Did You Know ? My Feel?
Tahukah kau, aku adalah tipe orang yang cuek dan
tidak mudah jatuh hati pada seseorang, tapi... petemuan denganmu.
Sudah lama aku mengamatimu diam-diam, dari kejauhan,
disuatu tempat yang dapat kau jangkau. Sudah lama aku memperhatikan caramu
berbicara, caramu tertawa, caramu tersenyum pada orang lain, caramu
membersihkan kacamata, caramu berjalan, caramu bergaya didepan kamera (yang
terkadang tanpa ekspresi, hehe), caramu menyapa, dan caramu menuliskan
kata-kata di facebook-mu. Semua cara yang kau gunakan untuk menampilkan dirimu.
Tahukah
kau, aku
menunggumu dalam setiap detik yang aku lewati, ku perhatikan setiap momen yang
mungkin bisa mengingatkanku padamu. Saat itulah aku adalah penggemarmu yang
selalu memperhatikanmu dari kejauhan. Tapi, setelah waktu berbaik hati membuat
aku mengenal dirimu, dan ternyata kau sebaik yang kuduga, sikapmu semanis yang
kukira, wajahmu setenang yang kubayangkan, kepintaran yang terpancar dari matamu
(mata yang terhalangi kacamatamu, yang
terkadang hanya terlihat efek pelangi dari lensamu) sampai akhirnya aku baru
mengetahui hal lain tentang dirimu. Aku tak tahu akankah aku bisa lebih dekat
denganmu..
Aku berharap
ada keajaiban dan mungkin bisa terjadi padaku. Aku membayangkan betapa menyenangkannya
hidup berada dalam jarak yang begitu dekat denganmu.
Tahukah kau,
mungkin aku terlalu terburu-buru mengatakan ini bukan sekedar kagum, mungkin
lebih dari itu, atau mungkin aku terlalu naif membuat rasa yang menyelubungiku
ini menjagamu dari gangguan lain, tapi sejujurnya hanya kamu yang kini aku
harapkan.
Aku selalu
senang dengan caramu menyapaku, caramu memanggil namaku, caramu menatapku,
caramu tersenyum kepadaku (caramu tersenyum lebih manis dari sirupus simplex
hehhe), caramu membantuku, caramu mengajariku, caramu menyemangatiku, dan semua
caramu terhadapku.
Tahukah kau,
sejak saat itu aku selalu mendoakanmu, berharap semua kebahagiaan selalu datang
untukmu, dan diam-diam aku selalu mengharapkan kehadiranmu dan adanya pertemuan
demi pertemuan. Aku berharap akan ada hari yang sama, waktu yang sama,
kesempatan yang sama, dan orang yang sama. Yaitu, aku dan kau.
Itulah yang
selalu kuharapkan. Tapi, aku tidak berani mengatakan padamu. Aku tidak berani
membayangkan apa yang akan terjadi atas jawabanmu atas kalimatku nantinya.
Kalau kau memiliki perasaan yang sama, aku pasti akan gembira. Tapi kalau
tidak?
Tahukah kau,
karenamu.. aku dibilang sentimentil? Terlalu melankolis? Pecundang? Bahkan
orang yang dianggap mengundang kegalauan pada diri sendiri?
Aku memang
hanya orang baru bagimu, sebaru kamu yang muncul di hidupku. Tapi...
Apa kau tahu? Aku menunggumu seperti aku menunggu hujan di musim kemarau,
dan aku tahu, hujan akan datang meskipun masa kemarau menyiksa, meskipun
kemungkinannya hanya 0.0001% , aku tetap percaya. Seperti aku percaya akan
datangnya keajaiban dalam ketidakpastian, dan aku bermimpi tentangmu dan
kita dalam setiap tidurku. Aku...entah apa yang harus aku katakan padamu. Aku
mengagumimu adalah hal terbodoh dan ternaif yang pernah aku katakan.
Saat aku
melihat sikapmu yang berbeda dengan temanku. Aku berfikir untuk kembali
kecintaku sebelumnya, karena aku berpikir daripada menyakiti hati, aku lebih
baik mengubur perasaan ini dan mengatakan semuanya “hanya sebatas kagum”. Tidak
hanya itu bahkan temanku mengatakan bahwa aku berbohong jika mengatakan
sikapnya berbeda dengan temanku itu.
Tahukah kau,
sampai akhirnya hari-hari berubah. Banyak diisi senyuman dan senyuman, atau
rindu dan rindu, atau bisikan dan bisikan, atau bahkan bayangan dan bayangan,
seperti biasa yang aku lakukan, tapi aku selalu menghapusnya dari pikiranku.
Tapi itu tidak semudah yang kubayangkan, kegalauanlah yang sedang
menyelimutiku. Sebenarnya aku ragu pada perasaanku sendiri. Sejak awal aku
mengagumimu. Aku takut kalau ada orang lain yang lebih mengagumimu, lalu kau
berpindah hati kepadanya. Aku takut kecewa.
Dan taukah
kau, setelah aku mendapati pernyataan dua temanku. Aku tidak percaya dan aku
tidak mengerti sebenarnya apa yang mereka katakan tentang tatapanmu yang
berbeda terhadapku. Tatapanmu...? Aku tidak tahu, aku tidak melihat itu, karena
aku tidak berani menatapmu saat aku sedang dekat denganmu.
Tahukah kau,
Aku selalu menebak bagaimana caramu berpikir. Tentang sesuatu yang tak kutahu,
sesuatu yang kau sembunyikan di balik tatapanmu. Seperti langit yang punya
banyak bintang dan rahasia. Sebanyak itu lah pertanyaan tentang dirimu yang
selalu kusimpan.
Meski tak harus semuanya kuketahui. Satu yang paling sederhana saja, apakah kamu akan tersenyum pada sapa suaraku untukmu? Dan apakah kau akan tersenyum saat aku hadir didepanmu? Aku rasa tidak!! (bahkan, Itu tampak seperti emulsi tanpa emulgator).
Dan kau
harus tahu?? setelah aku berpikir dan berpikir lagi. Akhirnya aku sadar sikapku
salah dan apa yang aku pikirkan juga salah. Lebih baik aku tidak mengenalmu
lebih jauh lagi. Biar aku setia oleh perasaanku sendiri. Setia untuk sesuatu
yang nyata memang sulit, dan terkadang mengundang sesuatu yang menyakitkan.
Dan aku telah terlanjur menciptakan jarak padamu. Sebagai
batasan, bahwa kita lebih baik menjadi dua orang asing yang tak benar-benar
tahu tentang isi hati masing-masing. Rasanya begini saja sudah cukup untukku.
Aku berhenti, bukan berarti menyerah. Aku tahu sampai
mana batas kemampuanku, kemampuanku untuk mengerti, kemampuanku untuk memahami,
dan pada akhirnya aku tahu sampai mana aku mampu untuk menunggu.
Bertahan rasanya tidak akan mungkin lagi jika nyatanya
sudah tidak ada sedikitpun harapan atau bahkan jalan itu semua sudah tertutup.
Aku berhenti bukan berarti aku lelah!!
Aku hanya ingin
mencoba mempersilahkan “logika”
berkata dan menunjukkan mana yang seharusnya aku tempuh. Ketika memaksakan
sesuatu yang sebenarnya tidak akan pernah bisa, itu seperti menunggu sesuatu
yang tidak pasti dan yang ada hanyalah percuma.
Aku berhenti
sampai disini!! “Titik dimana aku menyadari aku tidak bisa lagi...”
Semua waktu
hanya akan terbuang percuma jika menunggu sebuah kepastian padahal nyatanya hal
itu jauh dari angan.
Aku berhenti
di sini...
Aku hanya
ingin melihat apa yang nantinya kamu dapatkan. Aku tahu aku sosok yang jauh
dari kata sempurna, oleh karena itulah aku mencoba bertahan. Bertahan dalam
ketidakpastian itu ibarat menunggu hujan di musim kemarau. Sebuah
ketidakpastian yang hanya akan menyakitkan. Aku berhenti disini, karena aku
tidak ingin menjadi sosok yang egois.
Aku hanya ingin melihat senyum itu tetap
mengembang^^ walapun senyum itu bukan untukku lagi. Aku berhenti disini!!
karena aku ingin melihat kamu berjalan menjauh dariku.
Aku tidak ingin mendengar ucapan selamat tinggal
karena itu akan menghapuskan kesempatan untuk kita bertemu lagi. Aku berhenti
disini karena ternyata aku tahu itu bukan aku. Aku berhenti disini karena aku
ingin membebaskan hatiku untuk menemukan dunia barunya.
Aku berhenti disini karena aku tahu kamu ingin
menemukan caramu untuk terbang. Aku berhenti disini bukan karena aku lelah,
namun aku ingin melihat kebebasan yang kamu dapatkan. Aku ingin melihatmu
bahagia, walaupun itu bukan denganku.
Mengikhlaskan semua memang sulit, tetapi hidup tanpa
keikhlasan itu jauh lebih sulit.
Aku berhenti disini, karena inilah saatnya aku
menyudahi semua rasa yang hanya akan menjerumuskanku dan menjebakku dalam
istilah menunggu. Aku berhenti di masa ini karena aku yakin akan ada masa lain
yang menungguku dengan cerita barunya.
***
Seperti, kemarau dan hujan yang punya ceritanya masing-masing, musim yang berganti mengajari kita untuk mencintai semua hal pada masanya dengan cara yang berbeda.
Dibalik awan hitam
Semoga ada yang menerangi sisi gelap ini,
Menanti..
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda
Semoga ada yang menerangi sisi gelap ini,
Menanti..
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda
Dan seperti awan yang setia pada
hujan
Hujan yang pada akhirnya
meninggalkan awan,
Tetapi awan tetap setia menunggu
sampai hujan itu datang kembali..
Comments
Post a Comment