MATERI ILMU GALENIKA

ILMU GALENICA


A.    Pendahuluan

Istilah galenika di ambil dari nama seorang tabib Yunani yaitu Claudius Galenos (GALEN) yang membuat sediaan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dan hewan, sehingga timbulah ilmu obat-obatan yang disebut ilmu galenika.

Jadi Ilmu Galenika adalah : Ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan).

Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat sebagai berikut :

·           Bagian tumbuhan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia atau bahan obat nabati.

·           Dari simplisia tersebut obat-obat (bahan obat) yang terdapat di dalamnya diambil dan diolah dalam bentuk sediaan / preparat.

Tujuan dibuatnya sediaan galenik :

1.        untuk memisahkan obat-obat yang terkandung dalam simplisia dari bagian lain yang dianggap tidak bermanfaat.

2.        membuat suatu sediaan yang sederhana dan mudah dipakai

3.        agar obat yang terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam penyimpanan yang lama.

 

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan galenik

1.        Derajat kehalusan

Derajat kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat yang terkandung tersebut di sari.

Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat semakin halus, dan sebaliknya.

 

2.        Konsentrasi / kepekatan

Beberapa obat yang terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas konsentrasinya agar kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan.

3.        Suhu dan lamanya waktu

Harus disesuaikan dengan sifat obat, mudah menguap atau tidak, mudah tersari atau tidak.

 

4.        Bahan penyari dan cara penyari

Cara ini harus disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan daya serap bahan penyari ke dalam simplisia.

 

Bentuk-bentuk sediaan galenik

1.        Hasil Penarikan : Extracta, Tinctura, Decocta / Infusa

2.        Hasil Penyulingan/ pemerasan  : Aqua aromatika, olea velatilia (minyak menguap), olea pinguia (minyak lemak)

3.        Syrup.

 

B.      Penarikan (Extraction)

Extractio adalah cara menarik satu atau lebih zat-zat dari bahan asal yang umumnya zat berkhasiat tersebut tertarik dalam keadaan (khasiatnya) tidak berubah.

Istilah extractio hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan asal dengan menggunakan cairan penarik/ pelarut. Cairan penarik yang dipergunakan disebut menstrum, ampasnya disebut marc atau faeces. Cairan yang dipisahkan disebut Macerate Liquid, Colatura, Solution, Perkolat.

Umumnya extractio dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu.. Zat-zat berkhasiat tersebut antara lain alkaloida, glukosida, damar, olea, resina, minyak atsiri, lemak. Disamping itu terdapat juga jenis-jenis gula, zat pati, zat lendir, albumin, protein, pectin, selulosa yang pada umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut tertentu dimana sifat-sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam extractio.

Tujuan utama extractio adalah :untuk mendapatkan zat-zat berkhasiat pengobatan sebanyak mungkin dari zat-zat yang tidak berfaedah, supaya lebih mudah digunakan dari pada simplisia asal. Begitu juga penyimpanan dan tujuan pengobatannya terjamin sebab pada umumnya simplisia terdapat dalam keadaan tercampur yang memerlukan cara-cara penarikan dan cairan-cairan penarik tertentu yang nantinya akan menghasilkan sediaan galenik sesuai dengan pengolahannya.

Suhu penarikan juga sangat mempengaruhi hasil penarikan, suhu penarikan untuk :

Maserasi          : 15 – 25 0C

Digerasi          : 35 – 45 0C

Infundasi        : 90 – 98 0C

Memasak        : suhu mendidih

 

Dalam beberapa hal sebelum sediaan yang dimaksud dibuat, simplisia perlu diolah terlebih dahulu, Misalnya mengawal lemakkannya seperti: Strychni, Secale cornuti; atau menghilangkan zat pahitnya seperti : Lichen islandicus.

Supaya zat-zat yang tidak berguna / merusak tidak ikut tertarik bersama-sama dengan zat-zat yang berkhasiat.

 

Cara menghilangkan isi simplisia yang tidak berguna :

 

1.        Dengan memakai bahan pelarut yang tepat dimana bahan berkhasiatnya mudah larut, sedangkan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut dalam cairan penyari tersebut.

 

2.        Dengan menarik / merendam pada suhu tertentu dimana bahan berkhasiat terbanyak larutnya.

 

3.        Dengan menggunakan jarak waktu menarik yang tertentu dimana bahan berkhasiat dari sipmlisia lebih banyak larutnya, sedangkan bahan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut.

 

4.        Dengan memurnikan / membersihkan memakai cara-cara tertentu baik secara ilmu alam maupun ilmu kimia.

 

Jadi kesimpulan dalam extractio ini adalah memilih salah satu cara penarikan yang tepat dengan cairan yang pantas dan memisahkan ampas dengan hasil penarikan yang akan menghasilkan sebuah preparat galenik yang dikehendaki.

Simplisia yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, kadang-kadang juga yang segar. Untuk kemudahan simplisia yang kering ini dilembabkan terlebih dahulu / di maserer dalam batas waktu tertentu. Disamping itu simplisia ini ditentukan derajat halusnya untuk memperbesar atau memperluas permukaannya, sehingga menyebabkan proses difusi dari zat-zat berkhasiat lebih cepat dari pada melalui dinding-dinding sel yang utuh (proses osmose).

 

C.      Cairan - Cairan Penarik

Menentukan cairan penarik apa yang akan digunakan harus diperhitungkan betul-betul dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain :

1.      Kelarutan zat-zat dalam menstrum

2.      Tidak menyebabkan nantinya zat-zat berkhasiat tersebut rusak atau akibat-akibat yang tidak dikehendaki (perubahan warna, pengendapan, hidrolisa)

3.      Harga yang murah

4.      Jenis preparat yang akan dibuat

 

Macam – macam cairan penyari :

 

1.       Air

Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang luas, pada suhu kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat misalnya : garam-garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam mineral.

Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan pengecualian misalnya pada condurangin, Ca hidrat, garam glauber dll. Keburukan dari air adalah banyak jenis zat-zat yang tertarik dimana zat-zat tersebut meripakan makanan  yang baik untuk jamur atau bakteri dan dapat menyebabkan mengembangkan simplisia sedemikian rupa, sehingga akan menyulitkan penarikan pada perkolasi.

2.       Etanol

Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, Umumnya pelarut yang baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan untuk jenis-jenis gom, gula dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzym-enzym tidak bekerja termasuk peragian dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri.    Sehingga disamping sebagai cairan penyari juga berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum) lebih baik dari pada air sendiri.

 

3.       Gycerinum (Gliserin)

          Terutama dipergunakan sebagai cairan penambah pada cairan menstrum untuk penarikan simplisia yang mengandung  zat samak. Gliserin adalah pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil oksidanya, jenis-jenis gom dan albumin juga larut dalam gliserin. Karena cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk pembuatan ekstrak-ekstrak kering.

 

4.       Eter

Sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya disimpan lama.

 

5.       Solvent Hexane

Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah kasar. Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak. Biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari simplisia yang mengandung lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan galenik, misalnya  strychni, secale cornutum.

 

6.       Acetonum

          Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam, pelarut yang baik untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar. Baunya kurang enak dan sukar hilang dari sediaan. Dipakai misalnya pada pembuatan Capsicum oleoresin (N.F.XI)

7.       Chloroform

Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek farmakologinya. Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida, damar, minyak lemak dan minyak atsiri.

 

 

D.      Cara – Cara Penarikan

 

 1.   Maserasi

Adalah cara penarikan sari dari  simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C. Maserasi juga merupakan proses pendahuluan untuk pembuatan secara perkolasi.

 

2.    Digerasi

Cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia dengan cairan penyari pada suhu 35o – 45o. Cara ini sekarang sudah jarang dilakukan karena disamping membutuhkan alat-alat tertentu juga pada suhu tersebut beberapa simplisia menjadi rusak.

 

3.   Perkolasi

Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator, yang simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Cara-cara perkolasi :

1.    perkolasi biasa

2.    perkolasi bertingkat, reperkolasi, fractional percolation

3.    perkolasi dengan tekanan, pressure percolation

  1. perkolasi persambungan, continous extraction, memakai    alat soxhlet.

 

Hal-hal yang harus mendapat perhatian pada perkolasi ialah :

1.    mempersiapkan simplisianya :   derajat halusnya.

2.    melembabkan dengan cara penyari :   maserasi I

3.    jenis perkolator yang dipergunakan dan memper-siapkannya

4.    cara memasukkannya ke dalam perkolator dan lamanya di maserer dalam perkolator :   maserasi II

5.    pengaturan penetapan cairan keluar dalam jangka waktu yang ditetapkan.

 

A. Perkolasi Biasa

Simplisia yang telah ditentukan derajat halusnya direndam dengan cairan penyari, masukkan kedalam perkolator dan diperkolasi sampai didapat perkolat tertentu. Untuk pembuatan tingtur disari sampai diperoleh bagian tertentu, untuk ekstrak cair disari sampai tersari sempurna. Perkolasi umumnya digunakan untuk pengambilan sari zat-zat yang berkhasiat keras.

Gambar Perkolator : 

B. Perkolasi Bertingkat / Reperkolasi

Reperkolasi adalah suatu cara perkolasi biasa, tetapi dipakai beberapa perkolator. Dengan sendirinya simplisia di bagi-bagi dalam beberapa porsi dan ditarik tersendiri dalam tiap perkolator. Biasanya simplisia dibagi dalam tiga bagian dalam tiga perkolator, perkolat-perkolat dari tiap perkolator diambil dalam jumlah yang sudah ditetapkan dan nantinya  dipergunakan sebagai cairan penyari untuk perkolasi berikutnya pada perkolator yang kedua dan ketiga.

 

Cara Kerjanya :

§  Isi perkolator pertama–tama  dilembabkan, dan ditarik seperti cara memperkoler biasa, tetapi perkolatnya ditentukan dalam beberapa bagian dan jumlah volume tertentu, misalnya : 200 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc bagian yang pertama perkolat A (200 cc) adalah sebagian sediaan yang diminta dan perkolat selanjutnya disebut susulan pertama.

§  Perkolator kedua dilembabkan simplisianya dengan perkolat A (susulan pertama), akan diperoleh perkolat-perkolat dalam jumlah-jumlah dan volume tertentu, dengan catatan perkolat ini nantinya terdapat 300 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, bagian pertama perkolat (300 cc) adalah sebagian dari sediaan.

§  Perkolator ketiga diolah seperti kedua, dengan perkolator B bagian kedua 200 cc dan seterusnya sampai terdapat nantinya sebanyak 500 cc, terlihat disini bahwa perkolat A bagian pertama, lebih kecil volumenya dari perkolat B bagian pertama, tetapi sebaliknya perkolat A bagian-bagian berikutnya lebih besar volumenya dari perkolat-perkolat B. Hasilnya ialah:

- perkolat A pertama   200 cc

- perkolat B pertama    300 cc     jumlah 1000 cc

- perkolat C pertama    500 cc

 

Keuntungan pertama pada reperkolasi ialah preparat yang terdapat dalam bentuk pekat  dan berarti penghematan menstrum. Tetapi reperkolasi ini tidak dapat dipergunakan untuk ekstraksi sampai habis. Secara resmi reperkolasi dipergunakan hanya untuk pembuatan ekstrak-ekstrak cair yang simplisianya mengandung zat berkhasiat yang tidak tahan atau rusak oleh pemanasan.

 

C. Perkolasi Dengan Tekanan
Digunakan jika simplisia mempunyai derajat halus yang sangat kecil sehingga cara perkolasi biasa tidak dapat dilakukan. Untuk itu perlu ditambah alat penghisap supaya perkolat dapat turun ke bawah.Alat tersebut dinamakan diacolator.

 

E.      Tingtur (Tinctura)

Adalah  sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing – masing monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat berkhasiat keras.

 

Cara Pembuatan

 

1. Maserasi , kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut :

·      Masukkan 20 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering di aduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.

 

·      Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung dari cahaya, selama 2 hari, enap, tuangkan atau saring.

 

2. Perkolasi,  kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut :

·      Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 – 5 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Pindahkan masa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali di tekan hati-hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam.

·      Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia hingga diperoleh 80 bagian perkolat.

·      Peras masa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya hingga diproleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk terlindung dari cahaya. Enap, tuang atau saring.

 

Jika dalam monografi tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian perkolat, tetapkan kadarnya. Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan cairan penyari secukupnya.

 

Penyimpanan

          Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.

 

Sediaan tingtur harus jernih, untuk bahan dasar yang mengandung harsa digunakan cairan penyari etanol 90% dan pada umumnya cairan penyari adalah etanol 70%.

Tingtur yang mengandung harsa / damar adalah Mira Tinctura, Asaefoetida Tinctura, Capsici Tinctura, Tingtur Menyan.

 

Pembagian Tinctur

1.        Menurut Cara Pembuatan

A.       Tingtur Asli

Adalah tingtur yang dibuat secara maserasi atau perkolasi.

 

 

 

Contoh :

Tingtur yang dibuat secara maserasi

1.

Opii Tinctura

FI III

2.

Valerianae Tinctura

FI III

3.

Capsici Tinctura

FI II

4.

Myrrhae Tinctura

FI II

5.

Opii Aromatica Tinctura

FI III

6.

Polygalae Tinctura

Ext. FI 1974

7.

Dan lain-lain

 

 

Tingtur yang dibuat secara perkolasi, contoh :

1.

Belladonae Tinctura

FI III

2.

Cinnamomi Tinctura

FI III

3.

Digitalis Tinctura

FI III

4.

Lobeliae Tinctura

FI II

5.

Strychnini Tinctura

FI II

6.

Ipecacuanhae Tinctura

Ext. FI 1974

7.

Dan lain-lain

 

 

B.       Tingtur Tidak Asli (Palsu)

Adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan bahan dasar atau bahan kimia dalam cairan pelarut tertentu.

Contoh :

1.

Iodii Tinctura

FI III

2.

Secalis Cornuti Tinctura

FI III

 

2.        Menurut Kekerasan (perbandingan bahan dasar dengan cairan penyari)

A.       Tingtur Keras

Adalah tingtur yang dibuat menggunakan 10 % simplisia yang berkhasiat keras. Contoh :

1.

Belladonae Tinctura

FI III

2.

Digitalis Tinctura

FI III

3.

Opii Tinctura

FI III

4.

Lobeliae Tinctura

FI II

5.

Stramonii Tinctura

FI II

6.

Strychnin Tinctura

FI II

7.

Ipecacuanhae Tinctura

Ext. FI 1974

 

B.       Tingtur Lemah

Adalah tingtur yang dibuat menggunakan 20 % simplisia yang tidak berkhasiat keras. Contoh :

1.

Cinnamomi Tinctura

FI III

2.

Valerianae Tinctura

FI III

3.

Polygalae Tinctura

Ext. FI 1974

4.

Myrrhae Tinctura

FI II

 

3.        Berdasarkan Cairan Penariknya

a.     Tingtura Aetherea, jika cairan penariknya adalah aether atau campuran aether dengan aethanol. Contoh : Tingtura Valerianae Aetherea.

 

b.    Tingtura Vinosa, jika cairan yang dipakai adalah campuran anggur dengan aethanol. Contoh : Tinctura Rhei Vinosa (Vinum Rhei).

 

c.     Tinctura Acida, jika ke dalam aethanol yang dipakai sebagai cairan penarik ditambahkan suatu asam sulfat. Contoh : pada pembuatan Tinctura Acida Aromatica.

 

d.    Tinctura Aquosa, jika sebagai cairan penarik dipakai air, contoh : Tinctura Rhei Aquosa.

 

e.     Tinctura Composita, adalah tingtur yang didapatkan dari jika penarikan dilakukan dengan cairan penarik selain aethanol hal ini harus dinyatakan pada nama tingtur tersebut, misalnya campuran simplisia, contoh : Tinctura Chinae Composita.

 

 

 

 

Contoh Sediaan Tinctura

 

1.        Tingtur Kina (Chinae Tinctura)

Cara pembuatan : perkolasi 20 bagian kulit kina yang diserbuk agak kasar (22/60) dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, jika perlu encerkan dengan etanol 70% hingga memenuhi syarat.

 

2.        Tingtur Ipeka (Ipecacuanhae Tinctura)

Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (18/34) akar ipeka dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

3.        Tingtur Gambir (Catechu Tinctura)

Cara pembuatan : maserasi 200 g gambir yang telah diremukkan dengan 50 g kulit kayu manis yang telah dimemarkan dengan 1000 ml etanol 45%, biarkan selama 7 hari, serkai, jernihkan dengan penyaringan.

 

4.        Tingtur Poligala (Polygalae Tinctura)

Cara pembuatan : maserasi 20 bagian irisan halus herba poligala dengan etanol 60% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

5.        Tingtur Ratania (Ratanhiae Tinctura)

Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (6/8) akar ratania dengan etanol 60 % secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

6.    Tingtur Stramonii (Stramonii Tinctura)

Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (8/24) herba Stramonium dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, jika perlu encerkan dengan etanol 70%, hingga memenuhi persyaratan kadar, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, saring.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan. Pada etiket harus tertera tanggal pembuatan.

 

7.    Tingtur Strichni (Strychni Tinctura)

Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (24/34) biji strichni yang telah dihilangkan lemaknya dengan eter minyak tanah, yang menggunakan pelarut penyari etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar strichnina, jika perlu dengan etanol 70% secukupnya hingga memenuhi persyaratan kadar.

 

8.    Tingtur Kemenyan ( Benzoes Tinctura)

Cara pembuatan : Larutkan 20 bagian serbuk (6/8) dalam 100 bagian etanol 90 %, saring.

 

9.    Tingtur Lobelia (Lobeliae Tinctura)Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (6/34) herba lobelia dengan etanol 70% secukupnya, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

10. Tingtur Mira (Myrrhae Tinctura)

Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (24/34) Mira dengan etanol 90% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

11. Tingtur Jeruk Manis (Aurantii Tinctura)

Cara pembuatan : 8 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong-potong halus, maserasi dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

12. Tingtur Cabe  (Capsici Tinctura)

     Cara pembuatan : maserasi 100 g serbuk (10/24) cabe dengan campuran 9 bagian etanol 95 % dan 1 bagian air selama 3 jam. Perkolasi dengan cepat hingga diperoleh 1000 ml tingtur.

 

 

13. Tingtur Beladon (Belladonnae Tinctura)

     Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk beladon dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, atur kadar dengan penambahan etanol encer hingga memenuhi syarat, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, saring.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk. Tidak boleh  disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan

 

14. Tingtur Kayu Manis (Cinnamomi Tinctura)

Cara pembuatan : perkolasi 20 bagian serbuk (44/60) kulit kayu manis dengan etanol encer hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

15. Tingtur Digitalis ( Digitalis Tinctura)

     Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk digitalis dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan potensi atur potensi jika perlu encerkan dengan etanol 70 % hingga memenuhi syarat.

 

16. Tingtur Iodium (Iodii Tinctura)

     Cara pembuatan : Larutkan Iodum 1,8 – 2,2 %, Natriun Iodida 2,1 – 2,6 % dalam etanol encer.

 

17. Tingtur Opium (Tinctura Opii)

     Cara pembuatan : maserasi 10 bagian serbuk opium dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar dan atur hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan etanol 70 % secukupnya.

 

18. Tingtur Opium wangi (Opii Tinctura Aromatica)

     Cara pembuatan : maserasi campuran 1 bagian kulit kayu manis serbuk (22/60), 1 bagian serbuk (22/60) cengkeh dan 12 bagian serbuk opium dengan campuran etanol 90 % dan air volume sama banyak hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

19. Tingtur Sekale Cornutum (Secalis Cornuti Tinctura)

Cara pembuatan : Campur 1 bagian ekstrak sekale kornutum dengan 9 bagian etanol encer.

 

20. Tingtur Valerian (Valerianae Tinctura)

     Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (10/22) akar valerian dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

 

 

F.      Ekstrak (Extracta)

Adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.

Cairan penyari yang dipakai  adalah air, eter dan campuran etanol dan air

 

Cara Pembuatan

 

Penyarian :

·           Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih.

·           Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi.

·           Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.

 

1.   Maserasi

Lakukan maserasi menurut cara yang tertera pada tingtur, suling atau uapkan maserat pada tekanan rendah pada suhu tidak leih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki.

 

2.    Perkolasi

·      Lakukan perkolasi menurut cara yang tertera pada tinctura. Setelah perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam biarkan cairan menetes, tuangi massa dengan cairan penyari hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki

·      Pada pembuatan ekstrak cair 0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian campur dengan perkolat pertama.

·      Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dapat juga dilakukan dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas.

·      Ekstrak yang diperoleh dengan penyari air hangatkan segera pada suhu kurang lebih 90 0C, enapkan, serkai. Uapkan serkaian pada takanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga bobotnya sama dengan bobot simplisia yang digunakan.

·      Enapkan di tempat sejuk selama 24 jam, serkai, uapkan pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsentrasi yang dikehendaki.

·      Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

·      Untuk ekstrak kering dan kental perkolat disuling atau diupkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki.

 

Contoh – Contoh Ekstrak

1.        Ekstrak Belladonae

Cara pembuatan : perkolasi 100 bagian serbuk belladon (85/100) dengan campuran etanol encer dan larutan dalam air asam asetat 2% v/v volume sama sehingga alkaloida tersari sempurna yang diperiksa dengan cara sebagai berikut :

Kocok kuat-kuat campuran 3 ml eter, 5 tetes amonia encer dan 2 ml perkolat. Uapkan 2 ml lapisan eter, larutkan sisa dalam 1 tetes H2SO4 encer, kemudian tambahkan 5 tetes air dan 1 tetes larutan kalium tetraiodida hidrargyrat (II) tidak terjadi kekeruhan. Suling etanol dengan perkolat, biarkan di tempat sejuk selama 24 jam. Tambahkan talk, saring, cuci sisa dengan 100 bagian air. Uapkan filtrat menurut cara yang tertera pada extracta hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak ini berkadar 1,3% alkaloida.

Penyimpanan : Ekstrak belladon dapat disimpan dalam persediaan dalam bentuk serbuk kering yang dibuat sebagai berikut :

Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian pati beras atau laktosa, keringkan pada suhu tidak lebih dari 30 0C, tambahkan sejumlah pati beras atau laktosa hingga tepat 3 bagian. Sisa dalam wadah berisi zat pengering.

 

2.        Ekstrak Hiosiami (Hyosyami Extractum)

Cara pembuatan : sama dengan cara pembuatan Belladonae   Extractum yang dibuat dari serbuk hiosiamin

Ekstrak hiosiami kental disimpan dalam persediaan dalam bentuk serbuk yang dibuat sebagai berikut :

Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian pati atau laktosa keringkan pada suhu tidak lebih dari 80 0C, tambahkan sejumlah pati atau laktosa kering hingga tapat 3 bagian. Simpan dalam wadah berisi zat pengering.

 

3.        Ekstrak Akar Manis (Glycyrrhizae Succus Extractum)

Cara pembuatan : penyarian dilakukan dengan air mendidih kemudian diuapkan hingga kering.

 

4.        Ekstrak Timi (Thymi Extractum)

Cara pembuatan :

·      campurkan 500 bagian serbuk (85/100) herba timi dengan campuran 125 bagian air, 50 bagian gliserol dan 75 bagian etanol (90%). Biarkan campuran selama 24 jam dalam sebuah bejana tertutup, pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan campuran yang terdiri dari 1 bagian etanol (90%) dan 3 bagian air q.s. hingga diperoleh 175 bagian cairan, simpan cairan ini sebagai perkolat I

·      lanjutkan perkolasi dengan campuran etanol air seperti di atas, sehingga diperoleh 1500 bagian yang dinyatakan sebagai susulan I. Larutkan 30 bagian gliserol dalam 130 bagian susulan I yang mula-mula keluar, campurkan larutan ini dengan 325 bagian serbuk (85/100) herba timi. Biarkan campuran selama 24 jam dalam sebuah bejana tertutup, pindahkan ke dalam sebuah perkolator, perkolasi dengan sisa susulan I. Pisahkan 325 bagian cairan mula-mula keluar yang dinyatakan sebagai hasil perkolasi II. Hasil perkolasi selanjutnya dinyatakan sebagai susulan II.

·      Larutkan 20 bagian gliserol dalam 70 bagian susulan II yang mula-mula keluar, campurkan larutan ini dengan 175 bagian serbuk (85/100) herba timi. Biarkan campuran selam 24 jam dalam sebuah bejana tertutup, pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan sisa susulan II q.s. hingga diperoleh campuran 500 bagian campuran yang dinyatakan sebagai hasil perkolasi III. Campur hasil perkolasi I, II     dan III.

 

5.        Ekstrak Strichi (Strychni Extractum)

Cara pembuatan : perkolasi serbuk biji strichni (24/34) yang telah dihilangkan lemaknya dengan eter minyak tanah, dengan penyari etanol 70% v/v sampai sisa penguapan dari 2 tetes perkolat terakhir dengan penambahan 2 tetes asam nitrat tidak berwarna merah. Uapkan perkolat menurut cara yang tertera pada ekstrakta hingga diperoleh ekstrak kering. Tetapkan kadar strichnina dan jika perlu tambahkan laktosa hingga memenuhi persyaratan kadar.

 

6.        Ekstrak Pulepandak (Rouwolfiae Extractum)

Cara pembuatan : perkolasi 1800 bagian serbuk (8/24) akar pule pandak dengan etanol 90% v/v hingga alkaloida tersari sempurna, suling etanol pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 70 0C hingga diperoleh ekstrak lembek. Tambahkan 50 bagian pati kering, lanjutkan penguapan hingga diperoleh ekstrak kering. Tetapkan kadar elkaloidanya hingga memenuhi syarat kadar. Ayak melalui pengayak no 12.

 

7.        Ekstrak Kelembak (Rhei Extractum)

Cara pembuatan : perkolasi serbuk (8/24) kelembak dengan campuran yang terdiri dari etanol 90% dan air volume sama, hingga perkolat terakhir hampir tidak berwarna, uapkan perkolat hingga diperoleh ekstrak kering.

 

8.        Ekstrak Stramonium (Stramonium Extractum)

Cara pembuatan : perkolasi 1000 g serbuk (8/24) herba stramonium dengan etanol 45%. Pisahkan 850 ml perkolat pertama, teruskan perkolasi hingga penyarian sempurna. Suling etanol dari perkolat sisa hingga menjadi ekstrak kental, larutkan ekstrak dalam perkolat pertama. Tetapkan kadar alkaloidanya, jika perlu tambahkan etanol 45% q.s. hingga memenuhi persyaratan kadar. Biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, jika perlu saring.

 

9.        Ekstrak Frangulae (frangulae extractum)

Cara pembuatan : pada 100 bagian serbuk (33/36) kulit frangula, tuangkan air mendidih, biarkan selama 12 jam, peras. Pada sisa tambahkan 300 bagian air mendidih, biarkan selama 6 jam, peras lagi. Kumpulkan sari, biarkan mengendap, serkai, uapkan serkaian hingga diperoleh ekstrak kering.

 

10.    Ekstrak Jadam (Aloes Extractum)

Cara pembuatan : tuangi 100 bagian jadam dengan 500 bagian air mendidih, tuangkan campuran sambil diaduk ke dalam 500 bagian air, biarkan di tempat sejuk selam 24 jam, serkai, uapkan serkaian hingga kering.

 

11.    Ekstrak Kecambah (Malti Extractum)

Cara pembuatan : panaskan campuran kecambah yang telah dimemarkan dengan air panas 3 kali bobot kecambah selama 3 jam. Biarkan mengenap, pisahkan cairan, sari sisa dengan air panas. Campuran sari dipanaskan pada suhu kurang lebih      90 0C selama 1 jam, kemudian aupkan hingga diperoleh massa kental.

 

12.    Ekstrak Hati (Hepatis Extractum)

Cara pembuatan : giling hati sapi segar dengan penggiling daging yang berlubang 3 mm, maserasi 1000 bagian dengan campuran 1500 bagian volume air dan 2 bagian volume HCl 4 N selama 12 jam, sambil berulang-ulang diaduk. Hangatkan hingga suhu 80 0C serkai dan peras. Uapkan serkaian di atas penangas air hingga 100 bagian, dinginkan,campur dengan 150 bagian volume etanol, kocok selama 10 menit,saring. Suling etanol, uapkan sisa hingga 30 bagian volume, kocok dengan 300 bagian volume etanol selama 10 menit, biarkan selama 12 jam. Tuangkan etanol, larutkan sisa dalam air secukupnya hingga 135 bagian volume, tambahkan 15 bagian volume tingtur kayu manis.

 

13.    Ekstrak Kina (Cinchonae Extractum)

Cara pembuatan : maserasi 100 bagian serbuk (34/40) kulit kina dengan 50 bagian campuran 35 bagian HCl encer p, 20 bagian gliserol p, 45 bagian air selama 24 jam, pindahkan ke dalam perkolator. Perkolasi mula-mula dengan 50 bagian sisa campuran di atas yang diencerkan dengan 450 bagian air, kemudian dengan air secukupnya hingga 2 tetes perkolat terakhir jika di tambah 8 tetes larutan Na2CO3 p tidak keruh. Uapkan segera perkolat hingga diperoleh 90 bagian, dinginkan, tambahkan 100 bagian etanol. Ekstrak ini berkadar 6 – 8 % alkaloida.

 

14.    Ekstrak Kola (Colae Extractum)

Cara pembuatan : Perkolasi, serbuk (24/34) biji kola dengan campuran 60 bagian etanol 90% dan 40 bagian volume air hingga perkolat hampir tidak berasa dan tidak berwarna, kemudian buatlah ekstrak cair.

 

15.  Ekstrak Opium (Opii Extractum)

Cara pembuatan : maserasi 100 bagian opium yang telah dipotong tipis dengan 500 bagian air selama 24 jam sambil berulang-ulang di aduk, peras, campur dengan maserat I. Uapkan hingga sisa 200 bagian, biarkan selama 24 jam, saring. Uapkan hingga diperoleh ekstrak kering. Tetapkan kadar morfinanya, atur kadar dengan laktosa atau ekstrak opium kering lain hingga memenuhi persyaratan kadar. Ekstrak ini mempunyai kadar morphin 20 %.

 

 

G.     Infus (Infusa)

Adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit.

 

Cara Pembuatan

Campur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 0C sambil sekali-sekali di aduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.

 

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan   infus :

1.        Jumlah simplisia

2.        Derajat halus simplisia

3.        Banyaknya ekstra air

4.        Cara menyerkai

5.        Penambahan bahan-bahan lain

·      untuk menambah kelarutan

·      untuk menambah kestabilan

·      untuk menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain.

 

 

 

 

1.        Jumlah Simplisia

·       Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras di buat dengan menggunakan 10 % simplisia.

·       Kecuali untuk simplisia seperti yang tertera di bawah ini, untuk membuat 100 bagian infus, digunakan sejumlah simplisia seperti tersebut di bawah ini :

 

Kulit kina

6 bagian

Daun digitalis

0,5 bagian

Akar ipeka

0,5 bagian

Daun kumis kucing

0,5 bagian

Sekale kornutum

3 bagian

Daun sena

4 bagian

Temulawak

4 bagian

 

2.    Derajat Halus Simplisia

Yang digunakan untuk infus harus mempunyai deajat halus sebagai berikut :

Serbuk (5/8)

Akar manis, daun kumis kucing,          daun sirih, daun sena

Serbuk (8/10)

Dringo, kelembak

Serbuk (10/22)

Laos, akar valerian, temulawak, jahe

Serbuk (22/60)

Kulit kina, akar ipeka, sekale kornutum

Serbuk (85/120)

Daun digitalis

 

3.    Banyaknya Air  Ekstra

Umumnya untuk membuat sediaan infus diperlukan penambahan air sebanyak 2 kali berat simplisia. Air ekstra  ini perlu karena simplisia yang kita gunakan pada umumnya dalam keadaan kering.

 

 

 

 

4.        Cara  Menyerkai

·      Pada umumnya infus di serkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang mengandung minyak atsiri, diserkai setelah dingin. Infus daun sena, infus asam jawa dan infus simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas.

·      Untuk decocta Condurango diserkai dingin, karena zat berkhasiatnya larut dalam keadaan panas, akan mengendap dalam keadaan dingin.

·      Infus daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus daun sena mengandung zat yang dapat menyebabkan sakit perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam air dingin.

·      Untuk asam jawa sebelum dibuat infus di buang bijinya dan diremas dengan air hingga massa seperti bubur.

·      Untuk buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu.

·      Bila sediaan tidak disebutkan derajat kehalusannya, hendaknya diambil derajat kehalusan suatu bahan dasar yang keketalannya sama / sediaan galenik dengan bahan yang sama.

 

5.        Penambahan Bahan-Bahan Lain

Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot bahan berkhasiat dan pada pembuatan infus simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan Natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.

 

 

H.      Air Aromatik (Aqua Aromatica)

Adalah larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang beraroma dalam air. Diantara air aromatika, ada yang mempunyai daya terapi yang lemah, tetapi terutama digunakan untuk memberi aroma pada obat-obat atau sebagai pengawet.

 

Air aromatika harus mempunyai bau dan rasa yang menyerupai bahan asal, bebas bau empirematic atau bau lain, tidak berwarna dan tidak berlendir.

 

Cara pembuatan :

1.        larutkan minyak atsiri sejumlah yang tertera dalam masing-masing monografi dalam 60 ml etanol 95%.

2.        tambahkan air sedikit demi sedikit sampai volume 100 ml sambil dikocok kuat-kuat.

3.        tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.

4.        encerkan 1 bagian filtrat dengan 39 bagian air.

 

Etanol disini berguna untuk menambah kelarutan minyak atsiri dalam air. Talc berguna untuk membantu terdistribusinya minyak dalam air dan menyempurnakan pengendapan kotoran sehingga aqua aromatik yang dihasilkan jernih.

Selain cara melarutkan seperti yang tertera dalam FI II, buku lain juga mencantumkan aqua aromatik adalah hasil samping dari pembuatan olea volatilia secara penyulingan sesudah diambil minyak atsirinya.

Aqua aromatik yang diperoleh sebagai hasil samping pembuatan minyak atsiri secara destilasi dapat dicegah pembusukannya dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup rapat yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam.

Pemerian aqua aromatika : cairan jernih, atau agak keruh, bau dan rasa tidak boleh menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal.

Syarat untuk resep : jika air aromatik keruh, kocok kuat-kuat sebelum digunakan.

Penyimpanan : dalam wadah terttutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.

Khasiat : zat tambahan.

 

Air aromatika yang tertera dalam FI II ada 3 yaitu :

1.    Aqua Foeniculi, adalah larutan jenuh minyak adas dalam air. Aqua foeniculi dibuat  dengan melarutkan 4 g oleum foeniculi  dalam 60 ml etanol 90%, tambahkan air sampai 100 ml sambil dikocok kuat-kuat, tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring. Encerkan 1 bagian filtrat dalam 39 bagian air.

Pemerian, penyimpanan sama seperti aqua aromatik.

Syarat untuk resep : seperti aqua aromatik dan sebelum digunakan harus disaring lebih dahulu.

 

2.    Aqua Menthae Piperitae = air permen, adalah larutan jenuh minyak permen dalam air.

Cara pembuatan : lakukan pembuatan menurut cara yang tertera pada aqua aromatika dengan menggunakan 2 g minyak permen.

Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatik.

 

3.    Aqua Rosae = air mawar, adalah larutan jenuh minyak mawar dalam air. Cara pembuatan : larutkan 1 g minyak mawar dalam 20 ml etanol, saring. Pada filtrat tambahkan air secukupnya hingga 5000 ml, saring.

Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatika.

 

Khusus untuk aqua foeniculi jangan disimpan ditempat sejuk karena etanol akan menghablur, jadi disimpan pada suhu kamar, kalau keruh kocok dulu sebelum digunakan. Aqua foeniculi bila menghablur harus dipanaskan pada suhu 25 0C dan kemudian dikocok kuat-kuat, sebelum digunakan harus disaring.

 

I.       Minyak Lemak (Olea Pinguia)

Adalah campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi dengan gliserin (gliserida asam lemak bersuku tinggi).

 

Cara-cara mendapatkan minyak lemak

1.        diperas pada suhu biasa, misalnya : oleum arachidis, oleum olivae, oleum ricini

2.        diperas pada suhu panas, misalnya : oleum cacao, oleum cocos

Syarat-syarat untuk minyak lemak antara lain :

1.        harus jernih, yang cair harus jernih, begitupun yang padat sesudah dihangatkan (diatas suhu leburnya) tidak boleh berbau tengik.

2.        kecuali dinyatakan lain harus larut dalam segala perbandingan dalam CHCl3, Eter dan Eter minyak tanah.

3.        Harus memenuhi syarat-syarat minyak mineral, minyak harsa dan minyak-minyak asing lainnya, senyawa belerang dan logam berat.

 

Cara identifikasi minyak lemak :

Pada kertas meninggalkan noda lemak

 

Penggunaan minyak lemak :

1.        Sebagai zat tambahan

2.        Sebagai pelarut, misalnya : sebagai pelarut obat suntik, lotio dan lain-lain, anti racun, untuk racun yang tidak larut dalam lemak (racunnya dibalut lemak, lalu segera diberi pencahar atau emetikum) tetapi bila racun yang larut dalam lemak maka dalam bentuk terlarut absorpsi dipercepat.

3.        Sebagai obat, misalnya : oleum ricini, dapat dipakai sebagai pencahar.

 

Minyak lemak dibagi dalam dua golongan :

1.        minyak-minyak yang dapat mengering misalnya : oleum lini, oleum ricini.

2.        minyak-minyak yang tidak dapat mengering, misalnya : oleum arachidis,  oleum olivarum, oleum amygdalarum, oleum sesami.

 

Penyimpanan minyak lemak :

Kecuali dinyatakan lain, harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, terlindung dari cahaya.

 

 

 

Contoh-contoh minyak lemak :

1.        Minyak kacang = Oleum Arachidis

Adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh dengan pemerasan biji arachidis hypogeae L yang telah dikupas.

 

2.        Minyak coklat = Oleum Cacao

Adalah lemak padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theobroma cacao L yang telah dikupas dan dipanggang.

 

3.        Minyak kelapa = Oleum Cocos.

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas endosperm cocos nucipera L yang telah di keringkan.

 

4.        Minyak ikan = Oleum Iecoris Aselli

Adalah minyak lemak yang di peroleh dari hati segar Gadus calarias L dan species gadus lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada suhu 0 0C.

Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 SI tiap gram, potensi vitamin D tidak kurang dari 80 SI tiap gram.

 

5.        Minyak Lini = Oleum Lini

Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji masak Linum usitatissinum L

 

6.        Minyak zaitun = Oleum olivae

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji masak olea europeae L  Jika perlu di murnikan.

 

7.        Minyak jarak=Oleum ricini

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji  Ricinus communis L yang telah di kupas.

 

8.        Minyak Wijen = Oleum sesami

Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji Sesamum indicum L.

9.        Minyak Kelapa Murni = Oleum Cocos purum

Adalah minyak lemak yang dimurnikan dengan penyulingan bertingkat ,diperoleh dari endosperma Cocos nucifera yang telah dikeringkan.

 

10.    Minyak Tengkawang = Oleum Shoreae

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas keping biji Shorea stenoptera Burck yang segar atau kering atau dari biji spesies shorea yang lain.

 

11.    Minyak Kaulmogra = Minyak Hidnokarpi

       = Oleum Hydnocarpi

Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin biji dari buah masak segar Hidnocarpus wightraria Blume, spesies Hydnocarpus lain dan Taraktogenus kurzii King.

 

12.    Minyak Jagung = Oleum Maydis

Adalah minyak lemak yang diperoleh dari embrio Zea mays L, kemudian dimurnikan.

 

13.    Minyak Pala = Oleum Myristicae expressum

Adalah campuran minyak lemak dan minyak atsiri, diperoleh dengan pemerasan panas biji Myristica fragrans Houtt, yang telah dibuang selaput biji dan kulit bijinya.

 

 

J.       Minyak Atsiri (Olea Volatilia)

Minyak atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak terbang. Olea Volatilia adalah campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang diperoleh baik dengan cara penyulingan atau perasan simplisia segar maupun secara sintetis. Minyak atsiri diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Contoh : daun, bunga, kulit buah, buah atau dibuat secara sintetis.

 

 

Sifat-sifat minyak atsiri :

1.        mudah menguap

2.        rasa yang tajam

3.        wangi yang khas

4.        tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik.

5.        minyak atsiri yang segar tidak berwarna, sedikit kuning muda.

 

Warna coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat asing dalam minyak atsiri tersebut. Misalnya : Minyak kayu putih (Oleum Cajuputi) yang murni tidak berwarna. Warna hijau yang ada seperti yang terlihat diperdagangan karena adanya : klorophyl dan spora-spora Cu (tembaga). Warna kuning atau kuning coklat terjadi karena adanya penguraian.

 

Pemerian :

·           Cairan jernih

·           Bau seperti bau bagian tanaman asal.

·           Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk.

 

Identifikasi :

1.        teteskan 1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak keruh.

2.        pada sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang diperoleh dengan cara penyulingan uap tidak terjadi noda transparan

3.        kocok sejumlah minyak dengan larutan NaCl jenuh volume sama, biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah.

 

Cara-cara memperoleh minyak atsiri :

A.    Cara pemerasan yaitu cara yang termudah dan masih dapat dikatakan primitif. Cara ini hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan. Contoh : minyak jeruk

 

 

B.       Cara penyulingan ( destilasi).

Ada 2:

1.    Cara langsung ( menggunakan api langsung)

    Bahan yang akan diolah di masukkan ke dalam sebuah bejana di atas pelat yang berlubang dan bejana berisi air. Uap air yang naik melalui lubang dan melalui sebuah pendingin, kemudian minyak yang keluar dengan uap air di tampung. Cara ini hanya dapat digunakan untuk jumlah bahan bakal yang sedikit, karena jumlah air yang akan menjadi uap dan membawa serta minyak terbatas jumlahnya.

 

2.    Cara tidak langsung ( destilasi uap)

Bahan yang akan di olah di masukkan ke dalam sebuah bejana dan di tambah dengan air. Alirkan ke dalamnya uap air yang berasal dari bejana lain. Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dalam jumlah yang besar terutama bahan bakal yang mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah.

 

Dari ke dua cara di atas pada bejana penampungan akan terdapat dua lapisan, yaitu air dan minyak atsiri.

Letak minyak atsiri dan air tergantung pada berat jenisnya. Jika Bj minyak atsiri > Bj air maka minyak atsiri berada di bawah dan sebaliknya.

Ke dua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah dipisahkan sisa air dapat di keringkan dengan menggunakan zat - zat pengering, contoh: Na2SO4 exicatus.

Pengeringan sisa air ini perlu di lakukan sebab dengan adanya sisa air tersebut minyak atsiri  cepat rusak / menjadi tengik. Bila lapisan minyak atsiri dan air sukar dipisahkan dapat di tambahkan NaCl jenuh untuk menarik airnya

 

3. Cara Enfleurage

·      Biasanya untuk minyak atsiri yang berasal dari daun bunga yang digunakan untuk kosmetik. Daun bunga disebarkan diatas keping gelas yang lebih dulu dilapisi dengan lemak atau gemuk. Dibiarkan beberapa lama, tergantung dari jenis daun yang diolah, contoh:bunga melati 24 jam. Kemudian daun bunga diangkat, diganti dengan yang segar sampai beberapa kali, sampai lemak itu benar-benar jenuh dengan minyak atsiri. Biasanya lemak itu dapat digunakan untuk 30 kali.

·      Kemudian lapisan lemak dikerok, dilarutkan dalam alkohol absolut, minyak atsiri akan larut, sedangkan lemaknya tidak larut, sehingga lemaknya dapat dipisahkan dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang ada dalam alkohol disuling secara vacum (dengan alat evaporator vacum ). Alkohol yang digunakan bukan alkohol fortior sebab waktu diuapkan, uap air akan membawa minyak atsiri.

Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dengan kandungan minyak atsiri yang rendah dan tidak tahan pemanasan.

 

Syarat – syarat minyak atsiri

1.    Harus jernih, tidak berwarna, kalau perlu setelah pemanasan.Kejernihan dapat dibuktikan dengan cara meneteskan 1 tetes minyak atsiri keatas permukaan air, permukaan air tidak keruh.Minyak menguap umumnya tidak berwarna, hanya beberapa yang sesui dengan warna aslinya. Oleum bergamottae berwarna hijau karena klorofilnya terlarut kedalamnya. Oleum kajuputi berwarna hijau karena senyawa tembaga dari alat penyulingnya terlarut kedalamnya. Minyak atsiri akan berwarna kuning atau kuning kecoklatan karena sudah terurai atau teroksidasi.

2.    Mudah larut dalam Chloroform atau Eter.

3.        Minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap harus bebas minyak lemak. Hal ini dibuktikan dengan cara meneteskan keatas kertas perkamen tidak meninggalkan noda transparan.

4.        Harus kering, karena air akan mempercepat reaksi oksidasi sehingga minyak akan berwarna. Kekeringan dibuktikan dengan cara mengocok sejumlah minyak atsiri dengan larutan Natrium Klorida jenuh vbolume sama, biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah.

5.        Bau dan rasa seperti simplisia.

       Bau diperiksa dengan cara mencampurkan satu tetes minyak atsiri dengan 10 ml air. Rasa diperiksa dengan  mencampur satu tetes minyak atsiri dengan 2 gram gula.

 

Contoh-contoh minyak atsiri :

1.    Oleum foeniculi (minyak adas)

Cara pembuatan :

Penyulingan uap buah masak Foeniculum vulgaris Mill varietas a vulgare dan b-dulce.

 

2.    Oleum Anisi (minyak adas manis)

Cara pembuatan :

Penyulingan uap buah kering Illicium verum Hook dan buah kering Pimpenilla anisum L (fam : Magnoliaceae)

 

3.    Oleum Caryophylli (minyak cengkeh)

Cara pembuatan :

Penyulingan pucuk berbunga yang telah dikeringkan dari tanaman Eugenia caryophyllata.

 

4.    Oleum Citri (minyak jeruk)

Cara pembuatan :

Pemerasan pericarp (kulit buah bagian luar yang masih segar) dari tanaman Citrus lemon.

 

5.    Oleum Aurantii (minyak jeruk manis)

Cara pembuatan :

Pemerasan pericarp (kulit buah luar yang segar dan masak) dari tanamam Citrus sinensis.

 

6.    Oleum Eucalypti (minyak kayu putih)

Adalah minyak atsiri yang mengandung sineol 50-60%. Diperoleh dengan destilasi uap dari daun segar, ujung cabang segar dari berbagai spesies Eucalyptus atau spesies yang diinginkan (E. globulus, E. futicerutum, E. polybractea, E. Smithii).

 

7.    Oleum Menthae piperitae (minyak permen)

Adalah minyak atsiri  yang diperoleh dengan destilasi uap dari bagian di atas tanah tanaman berbunga Mentha piperita yang segar dan telah dimurnikan.

 

8.    Oleum Cinnamommi ( minyak kayu manis)

Pembuatan : Penyukingan uap kulit batang dan kulit cabang Cinnamomum zeylanicum Blume.

 

9.    Oleum Citronellae ( minyak sereh)

Pembuatan : Penyulingan uap daun Cymbopogon Nardus.

 

10. Oleum Rosae ( minyak mawar)

Pembuatan : Penyulingan uap bunga segar Rosa Galica Alba.

 

 

K.     Syrup (Sirupi)

Adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.

 

Cara pembuatan sirup :

Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih secukupnya  hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.

Cairan untuk sirup, kedalam mana gulanya akan dilarutkan dapat dibuat dari :

1.        aqua destilata : untuk sirupus simplex.

2.        hasil-hasil penarikan dari bahan dasar :

a.         maserat misalnya sirupus Rhei

b.         perkolat misalnya sirupus Cinnamomi

c.         colatura misalnya sirupus Senae

d.        sari buah misalnya rubi idaei

3.        larutan atau campuran larutan bahan obat misalnya : methydilazina hydrochloridi sirupus, sirup-sirup dengan nama patent misalnya yang mengandung campuran vitamin .

 

·           pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia.

 

·           Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben 0,25 %  b/v atau pengawet lain yang cocok.

 

·           Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.

 

·           Bj sirup kira-kira 1,3

 

·           Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih cepat.

 

·           Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya gula invert.

 

·           Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang polarisasi kekiri.

 

·           Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur dan berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat.

 

·           Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati.

 

·           Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.

 

·           Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya nipagin.

 

·           Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus Iodeti ferrosi.

       Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri.

       Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.

 

·           Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa  dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.

 

·           Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.

 

Ada beberapa cara menjernihkan sirup :

1.    Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.

2          Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup akan melekat ke kertas saring.


Cara memasukkan sirup ke dalam botol.

Penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur ) sebaiknya sirup disimpan dengan cara :

1.        Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada pendinginan ada  kemungkinan  terjadinya cemaran sehingga terjadi juga penjamuran.

2.        Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas ( karena   sterilisasi ) sampai penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.

3.        Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah tidak berakibat terjadinya gula invert.

Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang panambahan metil paraben 0,25% atau pengawet lain yang cocok.

 

Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik adalah cara ketiga.

Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi sebagai :

1.    Obat, misalnya : chlorfeniramini maleatis sirupus.

2.    Corigensia saporis, misalnya : sirupus simplex

Corigensia odoris, misalnya : sirupus aurantii

Corigensia coloris, misalnya : sirupus Rhoedos, sirupus rubi idaei

3.        Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena konsentrasi   gula yang tinggi mencegah pertumbuhan bakteri.

 

Penyimpanan :

Dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk.

 

Penetapan kadar sakarosa

·           Timbang seksama +  25 gram sirup dalam labu terukur 100 ml, tambahkan 50 ml air dan sedikit larutan Aluminium hidroksida p. Tambahkan larutan timbal ( II ) sub asetat p tetes demi tetes hingga tetes terakhir tidak menimbulkan kekeruhan.

·           Tambahkan air secukupnya hingga 100,0 ml saring, buang 10 ml filtrat pertama. Masukkan + 45,0 ml filtrat kedalam labu tentukur 50 ml, tambahkan campuran 79 bagian volume asam klorida p dan 21 bagian vol. Air secukupnya hingga 50,0 ml. Panaskan labu dalam tangas air pada suhu antara 68 o dan 70 oC selama 10 menit, dinginkan dengan cepat sehingga suhu lebih kurang 20 oC.

·           Jika perlu hilangkan warna dengan menggunakan tidak lebih dari 100 mg arang penyerap.

·           Ukur rotasi optik larutan yang belum di inversi dan sesudah inversi menggunakan tabung 22,0 cm pada suhu pengukur yang sama antara 10 o dan 25 o C. Hitung kadar dalam %, C12H22O11 dengan rumus :

 

C = 300 x (  a1 -  a2   )

 ( 144    -     0,5 t )

 

C         = Kadar sacharosa dalam %

       a1     =   rotasi optik larutan yang belum di inversi

       a2     =   rotasi optik larutan yang sudah di inversi

        t       =   suhu pengukuran

 

Contoh-contoh Sediaan Sirup

1.        Ferrosi Iodidi Sirupus

Cara pembuatan : 20 bagian ferrum pulveratum dicampur dengan 60 bagian air, tambahkan 41 bagian Iodium sedikit demi sedikit sambil digerus. Setelah warna coklat hilang maka larutan disaring, dimasukkan kedalam larutan ½ bagian acidum citricum dan 600 bagian sakarosa dalam 200 bagian air panas.

Untuk mencegah terjadinya oksidasi dari ferro Iodida maka ujung corong masuk kedalam larutan sakarosa. Sisa serbuk besi pada kertas saring dicuci dengan air sampai diperoleh 1000 bagian sirup.

·      Guna acidum citricum adalah untuk mempercepat inversi sakarosa, menjadi glukosa dan fruktosa yang merupakan reduktor kuat yang berguna untuk mencegah oksidasi ferro lodidum.

·      Ferro Iodidum selalu dibuat baru.

 

2.        Sirupus Simplex = Sirup Gula

Cara pembuatan : larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan metil paraben 0,25 % secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk

 

3.        Auranti Sirupi = Sirup Jeruk Manis

Cara pembuatan : campur 10 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong kecil-kecil dengan 20 bagian larutan metil paraben 0,25%. Biarkan dalam tempat tertutup selama 12 jam. Pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan larutan metil paraben 0,25% secukupnya hingga diperoleh 37 bagian perkolat. Tambahkan 63 bagian gula pada suhu kamar atau pada pemanasan perlahan-lahan dalam tempat tertutup hingga diperoleh 100 bagian sirup

Pemerian : cairan kental, jernih, warna coklat, bau khas aromatik.

 

4.        Sirupus Thymi = Sirup Thymi

Cara pembuatan : campurlah 15 bagian herba timi dengan air sesukupnya dan diamkan 12 jam dalam bejana tertutup. Masukan dalam perkolatordan sari dengan air, perkolat dipanasi sampai 90 0C dan diserkai hingga diperoleh 36 bagian hasil perkolat. Masukan dalam bejana tertutup dan tambahkan 64 bagian gula panaskan dengan pemanasan lemah hingga diperoleh 100 bagian sirup.

Pemerian : sirup warna coklat, bau dan rasa seperti thymi.

Sirup-sirup yang tercantum dalam FI ed III

1.         Chlorpheniramini maleatis sirupus

2.         Cyproheptadini hydrochloridi sirupus

3.         Dextrometorphani hydrobromidi sirupus

4.         Piperazini citratis sirupus

5.         Prometazini hydrochloridi sirupus

6.         Methidilazini hydrochloridi sirupus

7.         Sirupus simplex yang dibuat dengan melarutkan 65 bagian sacharosa dalam larutan metil paraben secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup.

 

Dalam perdagangan dikenal “dry syrup” yaitu syrup berbentuk kering yang kalau akan dipakai ditambahkan sejumlah pelarut tertentu atau aqua destilata, biasanya berisi zat yang tidak stabil dalam suasana berair.

 

Comments